Header Ads

Pasien Asma Didorong untuk Gunakan Obat Pengontrol Inflamasi

Halo-sehat2023 - Asma adalah salah satu penyakit yang banyak diidap secara global dunia. Diperkirakan ada 262 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan asma, berdasarkan Global Burden of Disease Study tahun 2019.

Namun, banyak pengidap asma yang hanya menggunakan inhaler pelega short-acting beta-agonist (SABA). Padahal, mereka seharusnya juga menggunakan inhaler antiinflamasi atau antiradang.

Untuk mengedukasi pasien asma, AstraZeneca Indonesia mengadakan media talk show dengan tema "Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat, Redakan Asma" pada Rabu siang (10/5/2023).

Pembicara yang dihadirkan adalah Dr. Eva Susanti, SKp., M.Kes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI), dr. H. Mohamad Yanuar Fajar, Sp.P., FISR, FAPSR, MARS (dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), dr. Feddy (medical director AstraZeneca Indonesia), dan Zaskia Adya Mecca (publik figur serta istri dan ibu dari pasien asma). Simak, yuk!

1. Merupakan penyakit inflamasi kronis

Pertama-tama, dr. Yanuar menjelaskan tentang definisi asma, yaitu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi atau radang kronis saluran napas yang membuat saluran napas menyempit. Gejala yang dikeluhkan antara lain sesak napas, batuk, mengi, dan dada terasa berat.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2020, jumlah pengidap asma di Indonesia adalah 4,5 persen dari seluruh penduduk. Kebanyakan dari mereka tinggal di perkotaan (2,6 persen) dan sisanya di pedesaan (2,1 persen), mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.

2. Pemicu asma bermacam-macam


Berikut ini beberapa pemicu asma, merangkum dari berbagai sumber, di antaranya National Health Service dan News Medical:

*Serbuk sari (pollen), tungau debu, bulu atau rambut binatang, dan jamur (mould).
*Asap (pembakaran sampah, kendaraan bermotor, dan rokok) serta polusi udara.
*Udara dingin atau panas, kelembapan, dan perubahan suhu tiba-tiba.
*Mengalami infeksi, seperti pilek dan flu.
*Wewangian atau bau yang kuat.
*Pajanan kerja, seperti isosianat (bahan kimia yang sering ditemukan dalam cat semprot), colophony (zat yang sering ditemukan dalam asap solder), debu kayu, lateks, hingga tepung.
*Emosi yang terlalu intens, seperti kemarahan, kegembiraan, tangisan, dan tawa.

Di sisi lain, beberapa hal bisa meningkatkan peluang terkena asma, seperti:

*Memiliki keluarga dengan riwayat asma.
*Menderita bronkiolitis (infeksi saluran napas yang menyebabkan radang dan penyumbatan di dalam bronkiolus).
*Terpapar asap rokok sejak kecil.
*Lahir prematur (sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu) atau lahir dengan berat badan rendah.
*Memiliki kondisi yang berhubungan dengan alergi, seperti eksem.
*Indeks massa tubuh 30 atau lebih.

3. Ada dua jenis obat asma, yaitu pelega dan pengontrol

Dokter Yanuar mengatakan bahwa obat asma dibagi menjadi dua, yaitu pelega (reliever) dan pengontrol (controller). Ketika terjadi serangan asma, obat pelega dipakai untuk membuka jalan napas agar tidak sesak. DominoQQ

"Tapi, masih bisa terjadi asma, bisa kumat lagi dalam beberapa hari atau minggu. Itulah kenapa butuh obat pengontrol. Ada steroidnya untuk mengontrol inflamasi," jelasnya.

4. Namun, banyak pasien asma yang menggunakan obat pelega secara berlebihan

Menurut dr. Feddy, sekitar 37 persen pasien asma di Indonesia menggunakan obat pelega golongan SABA secara berlebihan. Padahal, penggunaan berlebihan bisa meningkatkan serangan asma.

Salah satu obat golongan SABA adalah salbutamol, yang menghasilkan efek samping tangan gemetar dan jantung berdebar-debar. Efek samping lainnya adalah gelisah, gugup, sakit kepala, dan kram otot.

"Penggunaan SABA berlebihan bisa meningkatkan hospitalisasi, serangan yang lebih berat, hingga kematian," ungkapnya.

5. Gunakan obat pengontrol, jangan hanya obat pelega

Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, obat pelega hanya diberikan jika terjadi serangan asma. Akan tetapi, jangan lupa gunakan obat pengontrol untuk mengatasi inflamasi dan mencegah serangan asma.

"Pengontrol penting agar pasien dapat beraktivitas sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup," tegas dr. Yanuar.

Selain itu, Global Initiative for Asthma (GINA) merekomendasikan terapi kortikosteroid inhalasi (ICS) untuk pasien asma remaja dan dewasa. Menurut studi dalam jurnal Farmaka pada tahun 2020, ICS adalah obat antiinflamasi paling efektif untuk pengobatan asma.

6. Langkah preventif lain yang bisa dilakukan


Terapi farmakologis (obat-obatan) sudah dibahas dengan detail di atas. Jangan lupakan terapi non farmakologis, yaitu menghindari pencetus asma. Berikut langkah preventif yang disarankan oleh dr. Yanuar:

*Tidak memelihara hewan berbulu.
*Tidak menyimpan buku atau kardus di kamar, karena rentan berdebu.
*Rutin mencuci tirai atau gorden.
*Cuci seluruh pakaian yang ada di dalam lemari setiap dua bulan sekali.
*Membersihkan bagian dalam pendingin ruangan (AC) seminggu sekali dan membersihkan bagian blower setiap tiga bulan sekali.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.